
Museum Daerah Lumajang di Kawasan Wonorejo Terpadu (KWT) adalah tempat yang keren banget untuk mengkurasi banyak barang-barang bersejarah di Lumajang, teman-teman! Salah satu koleksinya adalah prasasti Pasrujambe yang ditemukan di Dusun Munggir, Kecamatan Pasrujambe.
Aries Purwantini, seorang arkeolog dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lumajang, ceritain kalo salah satu prasasti Pasrujambe ini punya pesan bijak tentang pentingnya nggak menebang pohon sembarangan, lho. Prasasti ini bilang, kita nggak boleh menebang pohon buat semedi atau pertapaan, apalagi buat hal-hal yang nggak baik kayak keserakahan manusia.
“Prasasti Pasrujambe ini mengajarkan kita buat menjaga alam dengan baik, terutama dengan nggak menebang pohon seenaknya,” ujar Aries dengan semangat pada Sabtu (06/06/2020).
Sejak dulu banget, manusia sudah diajarin buat jadi penyayang alam, soalnya kalau kita nggak jagain alam, alam juga nggak akan jagain kita, ya teman-teman? Makanya, banyak bencana kayak banjir dan tanah longsor terjadi karena kita lupa menjaga alam dan terlalu rakus menebang pohon.
“Sejak jaman dulu, kita udah diajarin buat nggak sembarangan menebang pohon, karena menjaga alam itu kunci buat kelangsungan hidup kita,” katanya.
Di Pasrujembe, ada beberapa prasasti yang ditemukan, dan satu prasasti aslinya disimpan di Museum Lumajang, lho. Yang lainnya adalah duplikat yang dibuat menyerupai prasasti aslinya dengan berbagai tulisan-tulisan kuno.
Pesan bijak dari prasasti ini bikin kita jadi lebih aware dan bertanggung jawab dalam menjaga alam dan lingkungan kita, ya. Semoga pesan ini selalu menginspirasi kita buat berbuat baik kepada alam dan bumi kita ini, teman-teman!
Nah, cerita menarik nih tentang Prasasti Pasru Jambe! Prasasti ini sebenarnya sudah ditemukan pertama kali oleh Dinas Purbakala pada tahun 1954, tapi waktu itu isi tulisannya masih belum begitu jelas.
Baru pada sekitar akhir tahun 1983, seorang ahli epigrafi dari Balai Arkeologi Yogyakarta, Sukarto M. Atmojo namanya, memutuskan untuk menggali lebih dalam tentang prasasti ini.
Akhirnya, kita punya gambaran yang lebih baik tentang apa yang sebenarnya tertulis di dalamnya. Kemudian, tim peneliti yang dipimpin oleh Ibu Titi Surti Nastiti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) juga ikut menyelidiki prasasti ini pada tahun 1990-an.
Jadi, Prasasti Pasru Jambe ini berasal dari tahun 1381 Saka atau sekitar tahun 1459 Masehi, lho.
Isinya sangat beragam, seperti nama-nama Dewa dalam agama Hindu seperti Batara Mahisora (Betara Syiwa), dan berbagai nama Brahmana Resi seperti Bagawan Citragotra dan Bagawan Caci.
Selain itu, ada juga pesan-pesan mengenai perkawinan dan alat-alat upacara seperti “Yantra.”
Uniknya, prasasti ini ditulis dalam huruf Jawa kuna dengan dialek pinggiran, yang artinya bahasanya tidak terpengaruh oleh tata bahasa pusat kerajaan. Bahasa yang digunakan di prasasti ini mirip dengan yang ada dalam Prasasti Gerba yang ditemukan di Kecamatan Ampel Gading Kabupaten Malang.
Dan yang seru, tahun 2017, di sekitar tempat yang sama, ditemukan lagi 4 Prasasti Pasru Jambe, jadi totalnya ada 24 prasasti yang menunjukkan warisan budaya dan sejarah para Brahmana Hindu di wilayah ini. Keren, ya?
Jadi, ini adalah penemuan berharga yang membantu kita lebih memahami sejarah dan budaya, bahwa Masyarakat Pasrujambe lahir dari peradaban keilmuan & kebijaksanaan Mandala Kedewaguruan yang dibangun di Lereng Timur Semeru.
Tak heran bila kemudian Pasrujambe dikenal dengan slogan Punjeré Semeru (pusat peradaban, sejarah dan budaya semeru).
Kamu, udah pernah berkunjung ke Pasrujambe belum gaesss?
Selain itu kita juga dapat berkunjung ke tempat dimana beberapa situs tersebut ditemukan